Kata
governance berasal dari bahasa Perancis gubernance yang berarti pengendalian.
Selanjutnya kata tersebut dipergunakan dalam konteks kegiatan perusahaan atau
jenis organisasi yang lain, menjadi coporate governance. Dalam bahasa Indonesia
corporate governance diterjemahkan sebagai tata kelola atau tata pemerintahan
perusahaan (Sutojo dan Aldridge, 2008).
Istilah
Good Corporate Governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee di
tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporan mereka yang kemudian
dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik
(turning point) yang sangat menentukan bagi praktik Good Corporate Governance
di seluruh dunia.
Perkembangan
usaha dewasa ini telah sampai pada tahap persaingan global dan terbuka dengan
dinamika perubahan yang demikian cepat. Dalam situasi kompetisi global seperti
ini, Good Corporate Governance (GCG) merupakan suatu keharusan dalam rangka
membangun kondisi perusahaan yang tangguh dan sustainable. GCG adalah suatu
praktik pengelolaan perusahaan secara amanah dan prudensial dengan
mempertimbangkan keseimbangan pemenuhan kepentingan seluruh stakeholders.
Dengan implementasi GCG, maka pengelolaan sumberdaya perusahaan diharapkan
menjadi efisien, efektif, ekonomis dan produktif dengan selalu berorientasi
pada tujuan perusahaan dan memperhatikan stakeholders approach.
Prinsip-prinsip Dasar Corporate Governance
Sejak diperkenalkan oleh OECD, prinsip-prinsip corporate
governance tersebut dijadikan acuan oleh banyak negara di dunia, tidak
terkecuali di Indonesia. Prinsip-prinsip tersebut disusun seuniversal mungkin,
sehingga dapat dijadikan acuan bagi semua negara atau perusahaan dan dapat
diselaraskan dengan sistem hukum, aturan, atau nilai yang berlaku di negara
masing-masing. Bagi para pelaku usaha dan pasar modal prinsip-prinsip ini dapat
menjadi guidance atau pedoman dalam mengelaborasi best practices
bagi peningkatan nilai (valuation) dan keberlangsungan (sustainability)
perusahaan.
Prinsip-prinsip OECD mencakup hal-hal sebagai berikut:
1.
Perlindungan terhadap hak-hak Pemegang Saham (The rights of shareholders and
key ownership functions)
Adapun hak-hak
Pemegang Saham yang dimaksudkan disini adalah hak untuk (1) menjamin keamanan
metode pendaftaran kepemilikan, (2) mengalihkan atau memindahkan saham yang
dimilikinya, (3) memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara
berkala dan teratur, (4) ikut berperan dan memberikan suara dalam rapat umum
pemegang saham, dan (5) memilih anggota Dewan Komisaris dan Direksi, serta (6)
memperoleh pembagian keuntungan perusahaan. Kerangka yang dibangun dalam suatu
negara mengenai corporate governance harus mampu melindungi hak-hak
tersebut.
2.
Perlakuan yang setara terhadap seluruh Pemegang Saham (Equitable treatment
of shareholders)
Seluruh Pemegang Saham harus memiliki kesempatan
untuk mendapatkan penggantian atau perbaikan (redress) atas pelanggaran
dari hak-hak Pemegang Saham. Prinsip ini juga mensyaratkan adanya perlakuan yang
sama atas saham-saham yang berada dalam satu kelas, melarang praktek-praktek
perdagangan orang dalam (insider trading) dan mengharuskan anggota
Direksi untuk melakukan keterbukaan apabila menemukan transaksi-transaksi yang
mengandung benturan kepentingan (conflict of interest). Kerangka yang
dibangun oleh suatu negara mengenai corporate governance harus mampu
menjamin adanya perlakuan yang sama terhadap seluruh Pemegang Saham, termasuk
Pemegang Saham minoritas dan asing.
3.
Peranan stakeholders yang terkait dengan perusahaan (The role of
stakeholders)
Kerangka yang
dibangun di suatu negara mengenai corporate governance harus memberikan
pengakuan terhadap hak-hak stakeholders seperti yang ditentukan dalam
undang-undang, dan mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan dengan para
stakeholders tersebut dalam rangka menciptakan kesejahteraan, lapangan
kerja, dan kesinambungan usaha. Hal
tersebut diwujudkan dalam bentuk mekanisme yang mengakomodasi peran stakeholders
dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Perusahaan juga diharuskan membuka
akses informasi yang relevan bagi kalangan stakeholders yang ikut
berperan dalam proses corporate governance.
4. Keterbukaan dan transparansi (Disclosure
& transparency)
Kerangka yang dibangun di suatu negara mengenai corporate
governance harus menjamin adanya pengungkapan informasi yang tepat waktu
dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Dalam
pengungkapan informasi ini termasuk adalah informasi mengenai keadaan keuangan,
kinerja perusahaan, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Di samping itu
informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan
standar yang berkualitas tinggi. Manajemen perusahaan juga diharuskan meminta
auditor eksternal melakukan audit yang bersifat independen atas laporan
keuangan perusahaan untuk memberikan jaminan atas penyusunan dan penyajian
informasi.
5.
Akuntabilitas Dewan Komisaris (The responsibility of the board)
Kerangka yang
dibangun di suatu negara mengenai corporate governance harus menjamin
adanya pedoman strategis perusahaan, pemantauan yang efektif terhadap manajemen
yang dilakukan oleh Dewan Komisaris dan Direksi, serta akuntabilitas Dewan
Komisaris dan Direksi terhadap perusahaan dan Pemegang Saham. Prinsip ini juga
memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh Dewan Komisaris dan
Direksi beserta kewajiban-kewajiban profesionalnya kepada Pemegang Saham dan stakeholders
lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar